A-TIMES.ID, JAKARTA — Menghirup udara bebas dan menjalani kehidupan normal seusai menjalani masa hukuman, selalu diimpikan banyak terpidana.
Begitupun dengan Sri Wahyumi Manalip (SWM), mantan Bupati Kepulauan Talaud. Kamis (29/4) kemarin, bupati cantik nan kontroversi semasa menjabat karena ke luar negeri tanpa seizin Mendagri itu, telah menyelesaikan seluruh hukumannya.
“Betul sudah bebas hari ini dari Lapas Kelas II-A Tangerang,” ucap Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Rika Aprianti, Kamis (29/4).
Hari itu, harusnya Sri Wahyumi sumringah, karena sudah bisa kembali berkumpul bersama keluarga. Sayang, kebahagiaan itu hanya dirasakan sesaat. Sebab, tak lama setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Tangerang, musibah itu kembali mendekatinya.
Sri kembali dijemput penyidik KPK. Alasan KPK kali ini, Sri diduga menerima gratifikasi senilai Rp9,5 Miliar. Seperti disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat menggelar konferensi pers tanpa menghadirkan Sri.
“Tidak bisa menampilkan tersangka karena setelah akan dilakukan penahanan keadaan emosi tidak stabil,” ucap Ali di KPK.
Ali memastikan semua syarat penahanan untuk Sri Wahyumi sudah dipenuhi. Sebagai penjelasan, Deputi Penindakan KPK Karyoto yang turut dalam keterangan pers itu, turut membacakan konstruksi perkara yang menjerat Sri.
Menurut Karyoto, Sri dijerat KPK lagi sebagai tersangka karena diduga menerima gratifikasi Rp 9,5 miliar terkait dengan proyek infrastruktur.
“KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip) sebagai tersangka,” tandas Deputi Penindakan KPK Karyoto.
Ditambahkan, sejak dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode tahun 2014-2019, Sri Wahyumi berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah kediaman pribadi dengan para ketua pokja pengadaan barang dan jasa Kabupaten Kepulauan Talaud.
Diantaranya John Rianto Majampoh Ketua Pokja tahun 2014 dan 2015, Azarya Ratu Maatui Ketua Pokja tahun 2016, dan Frans Weil Lua selaku Ketua Pokja tahun 2017.
Sri Wahyumi, menurut Karyoto, selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.
Sri Wahyumi turut diduga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung, dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud.
Masih menurut Karyoto, Sri ditengarai meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.
“Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp 9,5 miliar,” terang Karyoto.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Perkara ini adalah kali kedua SWM ditetapkan sebagai tersangka. Meski secara waktu, perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM. Pengembangan perkara ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan,” kata Karyoto. (***)
Editor: Amrain Razak
Layout: Syamsudin Hasan
Sumber: Detik
Komentar