” Empat ratus ton cap tikus ini kalau diuangkan bernilai puluhan miliar rupiah, artinya captikus ini punya nilai ekonomis yang cukup tinggi”
Kombes Pol. Witarsa Aji, SIK,M.H
(Dir Narkoba Polda Gorontalo)
Penulis/Editor : Amrain Razak
A-TIMES,GORONTALO– Upaya
penegakan hukum tidak melulu harus berupa penindakan atau penangkapan.
Upaya preventif juga harus diutamakan dalam rangka meminimalisir potensi terjadinya tindak kejahatan.
Seperti halnya yang dilakukan jajaran Polda Gorontalo yang dipelopori Direktur Reserse Narkoba Kombes Pol. Witarsa Aji, SIK, M.H.
Pamen Polri yang sebentar lagi menyandang jenderal bintang satu ini, punya cara unik dalam rangka menetralisir peredaran cap tikus di wilayah hukumnya.
Menurut Witarsa, memberantas peredaran miras dengan menangkap dan memenjarakan para petani cap tikus bukanlah satu-satunya cara memerangi peredaran minuman keras di Provinsi Gorontalo.
Diperlukan solusi agar para petani cap tikus yang selama ini menggantungkan hidupnya dari menjual barang haram tersebut
tak kehilangan pekerjaan dan pendapatan untuk menghidupi keluarganya.
“Khusus kasus narkoba di Gorontalo, jumlahnya sedikit dan tidak sama dengan daerah lain.
Gorontalo paling banyak adalah kasus miras terutama cap tikus,” bebernya.
Perwira penyandang tiga melati ini mengungkapkan, selang tiga tahun terakhir ini, terdata miras jenis captikus yang sudah diamankan jajaran Polda Gorontalo sejak 2021 hingga saat ini adalah sebanyak 400 ton atau 400 ribu liter lebih.
“Empat ratus ton cap tikus ini kalau diuangkan bisa bernilai lebih dari sepuluh miliar rupiah.
Artinya, miras captikus ini punya nilai ekonomis yang cukup tinggi,” urai Witarsa kepada A-TIMES via telepon belum lama ini.
Karena itu, lanjut Witarsa, perlu dicarikan solusi agar captikus yang punya nilai ekonomis ini bisa dimanfaatkan dan dinikmati hasilnya oleh petani captikus tanpa harus berhadapan dengan aparat penegak hukum.
Berawal dari disinilah Polda akhirnya menurunkan tim untuk melakukan survey, mendata petani captikus dan jumlah pohon enau yang tersebar di seluruh wilayah provinsi Gorontalo yang ternyata mencapai jutaan batang pohon.
Di awal program, tim survey secara khusus mengambil wilayah Kabupaten Gorontalo, yang menurut data tercatat sebanyak 163 ribu pohon siap produksi.
“Dasar inilah yang kemudian melahirkan gagasan untuk menjadikan petani captikus menjadi petani pahangga atau gula merah,” urainya.
Diakui Witarsa, merubah mindset petani captikus menjadi petani pahangga memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada saja kendala yang dihadapi.
Apalagi setelah mengetahui bahwa pahangga begitu identik dengan simbol adat gorontalo. Banyak simbol- simbol pahangga (gula aren) yang bisa kita temui dalam keseharian.
“Dan alhamdulillah, setelah sekian waktu dan dengan upaya keras yang dilakukan, saat ini gula aren (pahangga,red) yang telah diproduksi UMKM di bawah binaan Polda Gorontalo sudah masuk di beberapa super market ternama di Kota dan Kabupaten Gorontalo,” tandas pamen Polri ini.
Di awal-awal produksi, UMKM di bawah binaan Polda Gorontalo ini memang sempat mengeksport sekian ton gula aren ke luar negeri.
Tapi kemudian pola pemasaran nya diubah dengan mengutamakan pasar lokal atau dalam negeri.
“Saat ini produk Pahangga menjadi sesuatu yang istimewa untuk Gorontalo. Dan kami berharap, ke depan akan lahir istimewa-istimewa yang lain di provinsi Gorontalo, apakah itu jagung, karawo dan lainnya,” pungkas Dir Narkoba Kombes Pol. Witarsa Aji, SIK, MH.(arz)
Komentar