A-TIMES.ID, MANADO — DPRD Provinsi Sulut memberi dukungan pada pemanfaatan produk minuman beralkohol (minol) tradisional Captikus yang saat ini dilirik investor untuk dijadikan produk minuman berizin.
Salah satunya produk minuman wiski bermerek Wangae yang segera akan dipasarkan.
“Kadar bahan baku lokal yakni Captikus di produk Wangae sampai 90 persen. Tapi kandungan alkohol cuma 38 persen,” ujar Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut, Billy Lombok.
Menurutnya, dengan hadirnya produk ini, maka akan menyerap produksi dari petani.
“Sekarang belum dilaunching. Tapi segera. Karena ada beberapa hal yang akan diselesaikan pihak perusahaan. Terlebih khusus standarisasi di BPOM. Walaupun sebenarnya produk ini pada waktu perusahaan dalam bentuk CV, sudah pernah diperiksa oleh BPOM,” terangnya.
Sementara itu, General Manager PT Hakato Atra Industri, Petrus Adam mengaku, pihaknya niat tulus mengangkat ekonomi petani Captikus di Minsel. Tujuannya memberdayakan petani Captikus dengan cara yang benar.
“Kami sudah ada izin beberapa kementrian yakni, Kementrian Perindustrian, Perdagangan dan Investasi. Sudah lengkap. Tinggal tunggu waktu untuk launching,” paparnya.
Dijelaskannya, nama Wangae digunakan karena bahan baku dasar Captikus olahan dibeli dari petani asal Desa Wanga Kabupaten Minahasa Selatan.
“Target kami nasional. Sudah ada permintaan di beberapa daerah. Seperti Bali, Jakarta, Balikpapan, Kalimantan. Tapi kami masih menunggu waktu tepat untuk launching,” ucapnya.
Terkait bea cukai, sudah dipenuhi. Dia juga mengaku di masa pandemi pihaknya merasakan kesulitan proses perizinan.
“Tapi syukur semua sudah rampung. Yang pasti tujuan kami ingin berkontribusi ke daerah. Karena produk kami ini sudah jadi wiski. Bahan baku dasarnya alkohol diambil dari Captikus Tapi masih menggunakan kayu yang diimpor dari Amerika untuk hasilkan warna. Namun, ada produk lokal yang kami gunakan, yakni buah Pala. Kami tidak tinggalkan kearifan lokal. Untuk dapatkan hasil seperti ini kami tak pakai bahan pewarna. Semua dibuat dari tumbu-tumbuhan,” jelasnya.
Ditambahkan Petrus, pihaknya ingin maksimalkan hasil Captikus di daerah. Dan untuk sementara ini Captikus masih diambil dari Desa Wanga. Tapi tak menutup kemungkinan kalau edaran sudah besar, pihaknya akan ambil dari daerah lain jika Captikus dari Desa Wanga sudah tak mampu penuhi kebutuhan.
“Pengelolaannya standar eropa untuk mendapatkan kualitas alkohol yang bagus. Ini yang membuat minuman jadi mahal,” tutupnya. (*)
Editor: Amrain Razak
Layout : Didit
Sumber: Harimanado
Komentar