GPS All Out Kawal Keterwakian Perempuan di KPU dan Bawaslu

A-TIMES, MANADO–Keterwakilan Perempuan di lembaga penyelenggara pemilu sudah jelas diatur pada undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pasal 10 ayat 7 yang menyatakan dari sisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU Provinsi kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan perempuan.

Sayangnya keterwakilan ini masih sangat minim, bahkan kuota 30 persen di lembaga penyelenggara sepertinya diabaikan. Hal ini jadi diskusi serius para aktifis perempuan Sulut yang digelar dilantai 2 Harian Manado post Rabu (8/3/2023) yang dirangkaikan dengan International Womans Day (Hari Perempuan Sedunia) tepat pada 8 Maret 2023 dengan Tema mengawal Keterwakilan Perempuan penyelenggara Pemilu Sulut.

Koordinator Gerakan Permpuan Sulut (GPS) Pdt Ruth Kezia Wangkay sangat menyayangkan kurangnya perempuan di lembaga KPU dan Bawaslu padahal banyak Perempuan Perempuan hebat di Sulut yang pantas duduk sebagai penyelenggara pemilu dan dibidang lainnya.

“Miris ketika tidak adanya keterwakilan perempuan di Bawaslu Sulut padahal timselnya didominasi perempuan,” tandasnya.

Berita Terkait:  Walikota Pimpin Rakor Penyusunan Rencana Kerja dan Road Map TP2DD

Bahkan saat GPS mengirimkan Somasi ke Bawaslu RI tak digubris sama sekali. Mantan komisioner KPU Bitung Dra. Selain Rumampuk memaparkan pengalamannya selama 2 periode menjadi komisioner KPU.

“Saat ini beda dengan dulu makanya yang harus dilakukan saat ini adalah memperkuat regulasi kalau perempuan itu wajib hukumnya sebagai penyelenggara Pemilu,” tandas Rumampuk yang juga mantan dosen Unsrat ini.

Dosen Unima Dr. Fitri Mammonto menegaskan hajatan 5 tahunan ini persoalan minimnya perempuan kembali ke siapa saja tim seleksinya. “Apakah timselnya peduli gender, ini yang wajib kita kawal sejak awal karena semua KPU RI yang memutuskan siapa saja komisinernya,” tandasnya.

Moen Djenaan menegaskan perjuangan perempuan menjadi penyelenggara adalah perjuangan yang berat. “Jika kita refleksi kembali awal perjuangan kita dulu memang berat, ini fakta kalau memang perempuan sangat susah menduduki lembaga KPU dan Bawaslu,” pungkas dia.

Berita Terkait:  Lagi, First Lady Manado Sasar Lokasi Vaksinasi Hebat

Diskusi yang juga dihadiri akademisi Unsrat Max Rembang,pemred Manado pos Tommy Waworundeng, aktifis Swaraparangpuan Sulut Nunu Surstinoyo, Nurhazanah serta aktifis GPS Joice Woritican dan lainnya itu berlangsung cukup alot.

Akhirnya FGD memutuskan beberapa poit penting sebagai pernyataan sikap mengawal adanya keterwakian perempuan sebagai penyelenggara di provinsi dan kabupaten/kota, memberikan penguatan kapasitas digital kepada calon yang membutuhkan pada tahapan seleksi, mendorong timsel untuk melakukan seleksi anggota secara transparan dan mendorong Timsel dan KPU RI untuk melaksanakan afirmtive action 30 persen keterwakilan perempuan yang nerintegritas untuk penyelenggara pemilu.(*)

Komentar