Oleh : Muazidan Takalamingan
DISSENTING opinion untuk pertama kalinya memiliki kekuatan hukum ketika diatur dalam UU Kepailitan No. 4 Tahun 1998.
Dilihat dalam perspektif historical mengenai dissenting opinion di Indonesia untuk pertama kalinya di branding pada pengadilan niaga, namun kondisi saat ini dissenting opinion memiliki ruangnya tersendiri untuk pengadilan-pengadilan lain, dimana didalamnya juga Mahkamah Konstitusi RI mengenai pengujian formil dan materiil suatu undang-undang.
Sebagian besar dissenting opinion secara peluang sangat rentan terjadi ketika MKRI dihadapkan dengan perkara yang bersifat dalam 2(dua) hal yaitu bersifat politik dan penegakan hukum.
Dapat dilihat bahwa seringnya terjadi pendapat hakim yang disenter ketika memutusakan UU tentang Pemilu yang terdapat dissenting opinion, selanjutnya yang bersifat penegakan hukum dapat diketahui ketika terjadi Judicial Review tentang UU KPK, RUU KUHP dan lainnya, dimana termasuk juga didalamnya ada dissenting opinion terhadap pengujian akan Perppu.
Dalam perspektif perbandingan hukum, disebutkan bahwa dissenting opinion merupakan terminologi dan substansi dari bagian hukum Anglo Saxon, seperti Amerika dan Kerajaan Inggris dan menjadi bagian dari pendapat hukum itu senditi (legal opinion).
Untuk menjadi pembanding, hakikatnya pendapat hukum (legal opinion) dapat terdiri dari atas:
a. Judicial opinion adalah dalam perkara bidang pidana maupun bidang perdata atas pendapat hakim dalam memberikan pertimbangan dalam putusan suatu perkara.
b. Majority opinion adalah mayoritas hakim disuatu pengadilan menyepakati terhadap pendapat atau pandangan salah seorang hakim.
c. Dissenting opinion adalah pendapat hakim yang berbeda secara substansial dengan hakim lainnya yang dimuat secara tertulis dalam putusan yang dikeluarkan.
d. Concurring opinion adalah pendapat hakim yang sama dengan mayoritas hakim lainnya namun memiliki perbedaan dalam hal rasionalitas atau alasannya.
e. Plurality opinion adalah pendapat yang memiliki ciri khas lebih dari satu atau jamak dimana pendaat ini berada di suatu pengadilan dan diterima oleh mayoritas pengadilan lainnya.
f. Memorandum opinion adalah note yang diberikan oleh peradilan yang kewenangannya lebih tinggi untuk diberikan kepada pengadilan yang lebih rendah.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia Dissenting Opinion diberikan legitimasi nya dalam Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan kehakiman yang berbunyi:
“Dalam sidang pemusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa menjadi bagian yang tidak terpisahkan” Kekuatan Hukum Mengikat Dissenting Opinion Dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XVIII/2020 Berbicara mengenai putusan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memberikan Dissenting Opinion berangkat daripada sebuah asas yang dikenal yakni Hakim tidak boleh menolak perkara (Ius Coria Novit) dan asas hakim tidak mengadili dirinya sendiri.
Dalam konteks ketatanegaraan, MK dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional ditengah masyarakat, MK bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab, ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada.
MK berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat”. Fungsi MK yaitu sebagai pengawal konstitusi, penafsir konstitusi, juga adalah pengawal demokrasi (the guardian and the sole interpreter of the constitution, as well as guardian of the process of democratization).
Selain itu, keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil dan merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan tafsir ganda terhadap konstitusi. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa “MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
Komentar