A-TIMES,JAKARTA – Wacana menduetkan Capres dan Cawapres Ganjar dan Airlangga untuk Pemilu 2024 makin kencang berhembus. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebut komunikasi dengan politikus PDI Perjuangan Ganjar Pranowo yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah baik-baik saja terkait dengan adanya wacana pasangan calon presiden Ganjar-Airlangga pada Pilpres 2024.
“Komunikasi sesama alumni (Universitas) Gadjah Mada baik baik saja,” kata Airlangga usai bertemu dengan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang tergabung Kelompok UMKM Usaha di Kota Semarang, Minggu. Airlangga mengaku belum konsentrasi dengan wacana duet pasangan capres dan cawapres bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, meskipun masih terus berkomunikasi.
Hasil survei lembaga Y-Publica menunjukkan simulasi pasangan calon presiden untuk Pemilu 2024 Ganjar Pranowo-Airlangga Hartarto mengimbangi pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani. Lembaga Y-Publica melakukan simulasi terhadap pasangan capres/cawapres dengan memasangkan lima nama capres paling kuat dengan lima tokoh yang layak menjadi cawapres.
Kelima capres tersebut adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno. Kelima cawapres adalah Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Agus Harimurti Yudhoyono, Erick Thohir, dan Gatot Nurmantyo. Paket dua tokoh politik nasional beda warna PDIP – Golkar itu oleh sejumlah tokoh politik sebagai bentuk isyarat ramalan Raja Kediri, Prabu Jayabaya (1135-1157 M).
Salah satunya adalah Politikus Partai Gerindra, Arief Poyuono. Ia meyakini Jongko Jayabaya sebuah ramalan dari Raja Kediri, Prabu Jayabaya (1135-1157 M) akan terwujud 2024 nanti. Karena di dalamnya memberikan petunjuk pemimpin memiliki nama dengan akhiran yang jika diakronimkan menjadi “Notonegoro”. Menurut Arief, dalam surat Jongko Jayabaya yang ditulis oleh Prabu Jayabaya tersebut, terdapat perhitungan atau ramalan mengenai pemimpin di Indonesia yang terkandung dalam kata ‘Notonegoro’.
“Noto memiliki arti menata dan Negoro memiliki arti Negara,” ujar Arif Poyuono dalam sebuah diskusi di Jalan Raden Saleh Raya Nomor 47, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Arief menyebut akhiran NO merujuk pada Soekarno, TO pada Soeharto, kemudian NO yang kedua melekat pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Megawati Sukarnoputri tidak masuk dalam hitungan, karena mereka tidak sampai lima tahun memimpin.
“Kita lihat negara kita tahun 99-2004, apa yang terjadi? Maluku Utara bergetar, Poso bergetar, bom di mana-mana, ya karena pemimpin itu tidak ada di dalam Jongko Joyoboyo,” ujarnya. Sosok yang kemudian masuk ramalan kembali kepada NO karena yang menjadi presiden setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jokowi yang punya nama kecil Mulyono. “Jokowi saat lahir nama aslinya Mulyono.
Namun ibunya lalu mengganti nama jadi Joko Widodo. Jadi Jokowi masuknya di No, Mulyono,” jelas Arief. Berdasarkan urutan Notonegoro dari Jangka Jayabaya tersebut, setidaknya kata Arief ada tiga nama Ganjar, Airlangga atau Gatot Numantyo. Dari tiga nama, ada dua yang masuk radar calon presiden potensial menurut survei. “Hanya dua tokoh yang masuk Jongko Joyoboyo, Notonogoro sebagai penerus Jokowi.
Yaitu Airlangga Hartarto dan Ganjar Pranowo,” ujar Arief. Arief bahkan mengatakan, baik Airlangga, Ganjar juga telah memenuhi syarat berikutnya sebagai presiden yakni harus orang Jawa, lahir di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Jadi seperti itu. Saya bukan enggak percaya sama lembaga survei, saya sangat percaya lembaga survei. Tetapi saya juga mempercayai berkah kata-kata leluhur orang Jawa, dan harus Jawa,” kata Arief.
Oleh karenanya, Arief yakin selain kedua nama itu akan sulit menjadi presiden. Nama-nama seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Prabowo Subianto, Moeldoko, Bambang Soesatyo, Sandiaga Uno, bahkan Puan Maharani disebutnya berada di luar Jongko Joyoboyo. (***)
Editor : Amrain Razak
Layout : Syamsudin Hasan
Sumber : jpnn/detik/antara
Komentar