RUTIN SIMULASI, GAGAL SAAT BENCANA

Oleh: Abid Takalamingan, SSos, MH

TIGA hari lalu, Sulut geger dengan musibah KM Barcelona 5A terbakar di sekitar perairan Pulau Talise depan Pulau Gangga. Kebakaran terjadi saat KM Barcelona di tengah perjalanan dari Talaud menuju Pelabuhan Manado pada Minggu siang, 20 Juli 2025.

Peristiwa ini cepat tersiar luas, lantaran ada penumpang yang merekam hingga melakukan secara live di FB sehingga saat yang bersamaan telah tersebar dan menjadi viral di media sosial.
Kita bisa melihat langsung tangisan dan teriakan kepanikan di tengah laut. Masing masing bingung mencari tempat berlindung.

Kita juga menyaksikan video kapal yang terbakar yang diabadikan oleh para penumpang.
Hampir satu jam sejak kebakaran yang sudah viral, tidak kelihatan di mana tim SAR yang selama ini rutin simulasi? Di mana kecepatan dan ketepatan itu saat benar-benar mereka dibutuhkan? Dimana BAKAMLA yang sibuk memamerkan fasilitas? Tapi kalah dengan kecekatan para nelayan yang untuk

Berita Terkait:  SAFEnet Bagi Ilmu Terkait KBGO, dan Keamanan data Digital

hidup harus berjuang sendiri.
Puluhan juta—bahkan miliaran rupiah—dihabiskan untuk simulasi penyelamatan. Foto-foto heroik diunggah, video latihan dibagikan, berbagai fasilitas dan seragam gagah dipamerkan.

Tapi ketika keadaan nyata datang menghantam, kita disuguhi kenyataan pahit: respons yang lambat, koordinasi yang kacau, dan rakyat lagi-lagi harus menyelamatkan diri sendiri.
Bukan ini yang kita harapkan dari sistem keselamatan negara. Bukan ini yang dibayangkan keluarga saat melepas orang terkasih naik kapal.

Kita bisa maklum jika laut mengamuk. Gelombang tinggi mengganas. Tapi fakta yang terjadi saat KM Barcelona V terbakar laut tenang, jernih tidak kelihatan riak ombak. Kejadian di siang bolong dan terjadi di depan mata di perairan Minahasa Utara ( pulau Talise, pulau Gangga)

Berita Terkait:  Pemkot Manado-BP2MI Kerjasama Untuk Pekerja Migran

Karena itu mereka yang berakal sehat tak bisa menerima dan tak bisa mendiamkan ketika institusi yang menghabiskan pajak rakyat membanggakan pakaian seragam, fasilitas, simulasi penyelamatan justru tidak siap dan kalah dengan kesigapan para nelayan yang harus meninggalkan pekerjaan mereka demi menyelamatkan nyawa para penumpang yang mengapung dengan pelampung diatas laut.
Hari ini kita berduka.

Tapi lebih dari itu, kita marah.

Karena tragedi ini bukan hanya soal musibah. Ini soal kelalaian. Soal sistem yang lebih sibuk simulasi dari pada siap menyelamatkan.
Nyawa tidak bisa dibeli, dan setiap detik keterlambatan adalah kehilangan yang tak tergantikan.(*)

Komentar