Margaretha Makalew dan Lexie Tenda ditantang Tunjukan Bukti Kepemilikan di Pengadilan 

 

A-TIMES,MANADO- Pengadilan Negeri Manado kembali menggelar sidang perkara nomor : 242/Pid.B/2025/PN.Mnd terkait kasus dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh Margaretha Makalew alias MM dan Lexie Tenda alias LT. Dalam sidang tersebut, Joucelin Alaida Panese selaku pelapor hadir di pengadilan menjadi saksi bersama dengan saksi-saksi lainnya.

Suhadi selaku kuasa hukum Joucelin Alaida Panese mengatakan hari ini klien kami Ibu Joucelin diperiksa sebagai saksi pelapor, selain juga ada juga saksi-saksi yang lain terkait pengrusakan yang dilakukan oleh para terdakwa. Di dalam fakta persidangan pelapor juga menjelaskan tentang kedudukan hukum dari tanah yang dimiliki itu berdasarkan register yang sudah diperkuat oleh kelurahan baik dari Kairagi atau Paniki bawah.

“Klien kami juga menceritakan sudah digelar dua kali di BPN, berkaitan dengan tanah seluas 4 hektar lebih dan faktanya memang tidak terbantahkan awalnya milik Rantah yang telah dimiliki oleh Joucelin. Berkaitan dengan kepemilikan dari pihak yang dilaporkan, bahwa yang bersangkutan yang katanya menang perkara tidak mempunyai dokumen kepemilikan tanah, hal itu terlihat dari bukti putusan perkara No. 19 tahun 1976,” katanya melalui siaranh pers, Selasa (18/11/2025).

Suhadi menjelaskan dokumen-dokumen yang ada disitu berdasarkan putusan tidak ada satupun menandakan bahwa dokumen tersebut adalah merupakan kepemilikan daripada tanah atau objek sengketa. Karena bentuknya surat keterangan saja, yang namanya produk kepemilikan tanah atau alas hak itu harus jelas kalau di daerah sana bentuknya seperti register, sertipikat atau apa tapi mereka sendiri tidak bisa menunjukan bukti kepemilikannya.

Berita Terkait:  OC Kaligis Sebut Tiga Direktur Palsu di Sidang Kasus Dugaan Penambangan Emas Ilegal PT BLJ

“Berkaitan dengan putusan juga aneh, karena putusan yang didapat katanya dia menang perkara dapatnya baru tahun 2021 bentuknya pun salinan. Kalau salinan, maka aslinya mana? Kalau dia hanya punya salinan artinya kan tidak punya yang asli, kalau para Terdakwa tidak punya aslinya putusan, artinya perkara harus dipertanyakan kebenarannya,” ujarnya.

Bukan itu saja, lanjut Suhadi, berdasarkan putusan No. 19 tahun 1976 salah satu buktinya adalah putusan No. 185 tahun 1969. Dan kami sudah cek ke Pengadilan Negeri Manado, ternyata putusan putusan tersebut tidak di Pengadilan, termasuk di Mahkamah Agung, anehkan? Masa putusan hilang, dan anehnya putusan No. 19/ 1976 juga tidak ada aslinya yang dipunyai Para Terdakwa, yang dia punya adalah salinan yang dikeluarkan oleh PN Manado pada tahun 2021.

“Berarti secara hukum Para Terdakwa tidak memiliki aslinya, jelas sekali keganjilan demi keganjilan. Bahkan kami pernah diberi tahu oleh Pengadilan Negeri Manado “katanya“ asli putusan No. 19/ 1976. Yang anehnya putusan tersebut ditanda tangani oleh seorang panitera yang lahirnya pada tahun 1966. Artinya waktu tanda tangan baru umur 10 tahun dong,” tuturnya.

Yang lebih aneh, tambah Suhadi, kalau benar putusan ada, tapi alat bukti sudah tidak ada lagi, baik surat-surat bukti maupun putusan tahun 1969 yang harusnya masih melekat dalam putusan No. 19/ 1976. Apakah dalam kasus ini ada mafia peradilan? Kita buktikan saja nanti.

Meskipun begitu, kata Suhadi dengan nada menantang, kalau memang Terdakwa punya dokumennya, tinggal tunjukan dong di dalam perkara pidana ini. Harusnya dia bisa membuktikan itu, karena bukti kepemilikan yang mereka klaim juga hasil dari putusan-putusan itu sebagai dokumen kepemilikan tanah ini, kalau tidak punya, kan aneh

Berita Terkait:  Sulut Rawan Aksi Premanisme

Suhadi menerangkan harusnya dalam perkara ini ada konstatering tapi tidak dilakukan, karena BPN juga tidak tahu karena tidak dilibatkan sehingga menurut saya itu sangat ganjil. Terlebih kalau memang dia menang perkara kenapa baru tahun 2022 diurusnya? Padahal ini menang tahun 1976, katakanlah tahun 1980 atau 1990 itu kan sudah bisa dieksekusi tapi kenapa baru dieksekusi setelah puluhan tahun lamanya.

Benar gak yang kayak begini? tanya Suhadi, karena kita melihat alas hak yang dimiliki pihak sebelah memang tidak ada, maka saya meminta kepada pengadilan untuk hati-hati agar tidak terjebak dengan kelompok-kelompok yang diduga mafia peradilan merapat di dalam kasus ini. Kita sudah pantau karena ada oknum pejabat penegak hukum juga sepertinya ikut terlibat, sudah parahlah menurut saya.

“Makanya Reformasi Kepolisian hanya ada di Mabes Polri, tapi di daerah masih santai-santai saja karena masih ada oknum penyidik yang suka mengintimidasi orang. Laporan apa tapi nerjangnya kemana, dia minta lurah untuk membatalkan surat. Apa-apaan polisi kayak begini? Ini akan laporkan, termasuk pimpinan polda di sana akan saya laporkan,” pungkasnya.(*)

Komentar