Islah NU dan Misteri Investor Tambang.

Catatan:

Tauhid Arief

(jurnalis senior)

banner

A-ATimes.id- Di tengah umat kristiani merayakan Natal 25 Desember 2025, di hari yang sama kalangan Nadliyin ikut bersukacita.

Kegaduhan atas munculnya dualisme kepemimpinan berakhir melalui cara beradab NU; Islah. Gus Yahya tetap diakui sebagai Ketua Umum PB NU.

Muktamar luar biasa yang sempat menjadi wacana sebelum adanya islah, berubah jadi muktamar biasa. Hanya saja waktunya dipercepat dari agenda normal.

Pelaksanaan muktamar yang dimajukan memang dianggap lebih bernuansa “soft” dibanding harus menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) yang bisa saja muncul gontok-gontokan akibat saling mempertahankan ego dengan argumentasi masing-masing.

MLB adalah bagian tuntutan bottom up –meski terkadang ada keterlibatan setingan para elit/top down— atas pelanggaran organisasi dan krisis kepercayaan terhadap pimpinan. Agenda utama bisa menjurus pada hukuman atau “kudeta” beraroma paksaan yang dikondisikan legitimate.

Sementara pelaksanan muktamar yang dipercepat jadi sebuah pertemuan besar rekonsiliasi dan mencari titik temu dari sejumlah persoalan yang muncul ke permukaan untuk kepentingan soliditas organisasi.

Kegiatan ini sekaligus meminta pertanggungjawaban pengurus pusat, dan dilanjutkan pada pemilihan pengurus untuk menjalankan kerja-kerja berikutnya.

Mengapa dalam islah disepakati pelaksanaan muktamar ke-35 sesegera mungkin?

Mengapa tidak mengikuti saja jalan muktamar sebenarnya, sesuai agenda normal Desember 2026?

Hal hal krusial apa yang harus dibahas melalui muktamar untuk kepentingan eksistensi NU. Apakah tuduhan tuduhan minor belakangan yang mengarah pada Ketua Umum PB NU Gus Yahya akan dibahas? Atau adakah agenda sisipan, terkait pengelolaan tambang? Terkait perseteruan “perebutan investor” masuk agenda penting yang dibahas nanti?

Berita Terkait:  MUSDA III KAHMI Bolsel Turut Salurkan 50 Paket Sembako, Bupati Iskandar: Tugas Alumni Wujudkan Masyarakat Adil Makmur

Ini tentu tak bisa dinafikan. Sebelumnya, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, Ulil Abshar Abdalla atau yang akrab disapa Gus Ulil menyatakan perseteruan di NU terkait dengan perbedaan pandangan yang berbeda dalam menetapkan mitra bisnis PT BUMN (Badan Usaha Muamalah NU) dalam hak mengelola tambang yang diberikan pemerintah rezim.pemerintahan Jokowi.

Atau bisa jadi, konsesi lahan tambang batu bara seluas 26.000 hektar yang diberikan pemerintah akan dikaji lagi untuk dikembalikan. Sesuai dengan harapan sejumlah tokoh NU.

PT BUMN telah dibentuk oleh PBNU, sejalan pemberian lahan tambang di Kalimantan Timur.

Secara natural, saat pendirian perusahaan yang membidangi pengelolaan tambang, maka yang akan dihadapi PB NU adalah masalah permodalan yang relatif besar. Modal untuk persiapan melakukan sejumlah tahapan, termasuk tahapan eksplorasi sebelum eksploitasi.

Para pemodal yang sudah terbiasa dengan pekerjaan tambang tentu sudah melirik PT BUMN untuk menawarkan diri atau ditawarkan menjalin kerjasama.

Dan, Gus Ulil di pertengahan tahun 2024 sudah memberi sinyal adanya investor dimaksud. Namun siapa investor itu, sampai akhir tahun 2025 masih dirahasiakan.

Bahkan belakangan muncul friksi dan faksi di antara pengurus PBNU, khususnya Ketua Umum.Gus Yahya dan Sekjen Gus Ipul.

Berita Terkait:  Wali Kota Mantiri Paparkan Kekayaan di TV, Jika Ada Kendala Kontak Nomornya

Beredar kabar, keduanya tak sepakat soal investor. Di satu sisi keinginan Gus Ipul mempertahankan mitra strategis investor “lama” . Investor yang telah melakukan deal-deal di tahun terakhir rezim pemerintahan Jokowi.

Di sisi lain, Gus Yahya menghendaki investor baru. Dengan maksud, investor yang bisa selaras dengan pemerintahan Prabowo.

Secara terpisah, Gus Ulil membenarkan hal itu. Katanya, salah satu pemicu perseteruan di NU terkait masalah pengelolaan tambang, khususnya investor yang akan menjadi mitra bisnis PT BUMN.

Meski kemudian, pernyataan Gus Ulil dibantah oleh Gus Ipul dan Gus Yahya terkait “perebutan investor” dimaksud.

Bahkan Gus Ipul yang juga dikenal sebagai Menteri Sosial ini menganggap pernyataan Ulil menyesatkan. Ipul menegaskan, bahwa pengelolaan tambang sepenuhnya adalah wewenang Ketua Umum untuk kepentingan organisasi.

Sama halnya dengan Ketum PB NU Gus Yahya. Dia juga menepis
isu tambang bukanlah alasan utama konflik internal. Dan, kalaupun konsesi itu dikembalikan lagi, Gus Yahya tak menjamin konflik teratasi.

Siapa sebenarnya investor yang akan dipilih PB NU untuk jadi mitra strategis? Apakah ini akan ikut diputuskan dalam muktamar nanti? atau investor investor itu tetap menjadi misteri tanpa pernah diketahui publik. Alasannya, salah satu keputusan muktamar nanti mengembalikan lagi lahan konsesi tambang kepada pemiliknya. (*)

Komentar