A-TIMES.ID, MANADO — Wacana pemilihan oleh lembaga DPRD digaungkan Amir Liputo ketika berdialog dengan tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang datang ke DPRD Sulut.
Liputo sekilas menceritakan pengalamannya ketika menjadi ketua tim sukses salah satu calon wali kota.
“Hanya seminggu habis 10 miliar,” kata Liputo.
Menurut politikus PKS ini, untuk berkampanye calon harus sediakan uang. Diungkapkan Liputo, dari sistem seperti ini mengundang korupsi di bidang eksekutif.
“Jika kepala daerah dipilih DPRD anggarannya lebih murah. Kurang dari 500 juta dan praktik politik uang bisa diminimalisir,” sebut Liputo.
Menanggapi hal ini, Deputi Pencegahan Korupsi Andi Purwana menuturkan, dari hasil kajian mereka ditemukan untuk jadi calon kepala daerah butuh Rp 10 miliar dan Rp 15 miliar.
“Kalau ingin menang, 60-70 miliar. Bayangkan saja, hanya untuk jadi peserta sudah butuh 10-15 miliar,” tukasnya.
Tim kajian pun sempat berpikir, kata Andi, harus balik lagi dipilih DPRD.
“Karena kalau kampanye tak ada uang, percuma. Terima kasih untuk masukan ini, akan saya sampaikan ke tim kajian,” tukasnya.
Pendapat yang berbeda disampaikan Melky Pangemanan. Menurutnya jika kembali demokrasi tidak langsung, kepala daerah dipilih oleh DPRD adalah kemunduran demokrasi.
“Kan sudah ada aturannya. Penerima dan pemberi suap dihukum. Tapi kalau sudah masuk ranah gakumdu, ya hilang. Jadi harusnya KPK masuklah ke sistem pemilihan,” ujarnya.
Menanggapi ini, dikatakan Andi Purnawa, saat pilkada langsung 2020 ada banyak surat edaran yang dikeluarkan pada semua peserta pemilu.
“Termasuk dana kampanye disusun bareng KPU. Yang supaya sedikit bisa menutup cela dimanfaatkan orang. Termasuk aturan. Kita memasukkan unsur-unsur itu,” tukasnya. (***)
Editor: Amrain Razak
Layout: Syamsudin Hasan
Sumber: Harimanado
Komentar