POWER yang melekat pada seseorang berakibat pada kemampuannya mempengaruhi banyak orang.
Power seseorang dapat disebabkan karena kekuasaan politik, kekuatan finansial, kekuatan magis, kekuatan fisik dan kekuatan kewibawaan.
Marthen Luther King Jr, tidak memiliki kekuasaan dalam struktur politik, namun tidak terlalu sulit baginya untuk memobilisasi pergerakan anti rasialisme di Amerika Serikat.
Akibat perjuangan itu, sekat perbedaan warna kulit dihancurkan. Negara itu kini telah dua kali memiliki pemimpin negara berkulit hitam yakni Barack Obama sebagai presiden dan kini wakil presiden Kamala Harris.
Pengaruh King, sama persis dengan Nelson Mandela di Afrika selatan. Selain keduanya ada banyak juga tokoh-tokoh dunia yang meski tidak sedang dalam posisi berkuasa namun mampu mempengaruhi orang banyak untuk sebuah perjuangan.
Di Indonesia, sosok yang sama juga diperankan oleh Buya Syafi’i Maarif.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tidak pernah menduduki jabatan kekuasaan politik.
Selama hidup, Ia menghabiskan waktunya untuk kerja-kerja kemanusiaan. Dia lebih tertarik membangun peradaban ketimbang sibuk mengejar kekuasaan politik.
Walaupun sesungguhnya tidak mudah baginya untuk mendapatkan itu jika beliau memang menghendakinya.
Meski tidak berkuasa, namun beliau banyak memberikan pengaruh baik dalam mengakomodasi kepentingan publik dalam rumusan kebijakan publik dan toleransi. Atas pengaruh itu, tidak jarang presiden Joko Widodo bertukar pikiran mendiskusikan bagiamana melangsungkan kehidupan bernegara menjadi lebih baik.
Paling tidak ada beberapa sebab mengapa meski tidak berkuasa tapi bisa memberikan banyak pengaruh. Pertama, dalam pengajaran yang diakukan selama ini ia lebih menekankan soal peradaban dan kedamaian. Tak ada satu katapun yang pernah terbesit tentang bahasa menghasut atau penyebaran kebencian terhadap kelompok lain.
Kedua, yang bersangkutan tidak pernah menyatakan keberpihakan pada kekuatan politik tertentu. Ia tetap mempertahankan kedudukannya sebagai guru bangsa, guru bagi semua.
Ketiga, ia tidak pernah memanfaatkan pengaruhnya untuk memperkaya diri. Meski menjadi figur terkenal dan dikagumi namun semasa hidupnya ia tetap menunjukan sifat kesederhanaannya. Tetap mengikuti antrian jika berusan dengan pelayanan publik.
Keempat, meski beliau beragama Islam, namun pengajaran-pengajarannya selama ini menjadi kebutuhan semua agama. Sebab yang selalu diajarkannya baik dalam bentuk tulisan, ceramah atau dalam pidato-pidato resmi adalah tentang kemanusiaan, keadilan sosial dan hendak meruntuhkan tembok-tembok perbedaan.
Tidak sebatas Hablumminallah yang diajarkannya namun prinsip membangun Habluminannas tidak pernah alpa disiarkan kepada siapa saja.
Salah satu kendala dalam tata kelola pemerintahan saat ini adalah makin melemahnya pengaruh yang melekat pada para penguasa. Nyaris hampir semua kebijakan negara produk politik eksekutif ataupun legislatif mendapat pertentangan publik. Teranyar adalah UU KPK, UU Omnibus law dan UU IKN.
Dalam upaya merebut kekuasaan, oleh karena lemahnya pengaruh yang melekat, para aktor kerap mendapatkan dukungan publik dengan cara menyuap atau menyogok membeli suara.
Mengapa sebagian besar aktor politik kehilangan pengaruh walaupun memiliki kekuasaan? Bisa jadi karena tidak banyak yang berusaha menjaga diri dalam hal keteladanan, kewibawaan dan kejujuran.
Mungkin saja ada yang mengorbankan keretakan sosial guna kepentingan politik atau kepentingan ekonomi.
Bagi aktor-aktor politik penyelenggara negara, cara untuk belajar bagaimana kekuasaan bisa melahirkan pengaruh tidak perlu harus sekolah sampai puncak, tidak perlu melakukan studi bading ke banyak negara atau mencari konsultasi istimewa dengan orang-orang pinter.
Bagi saya, cukup saja belajar dari keteladanan Buya selama ini. Selamat jalan Buya, sang legenda. Meski mati badania, namun ajaran dan keteladanan yang kau ukir tetap menjadi sebuah kehidupan yang tidak akan pernah mati.
Ajaran Amar Ma’ruf Nahi Munkar menjadi wasiat yang tidsk akan pernah lekang oleh waktu. Jika banyak yang harus bersedih atas kepergianmu, itu akibat dari kekhawatiran siapa yang harus menggantikanmu kelak.(rin/*)
Oleh : Dr. Ferry Daud Liando
Komentar