Berty Lumempouw
A–TIMES,BITUNG– Hasil Ekspose di kejaksaan Agung terhadap 5 orang anggota DPRD Bitung yang masih aktif hingga kini belum ada kejelasan. Terkait ini Berty Lumempouw Desak Kajari Bitung Buka Hasil Ekspose Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas DPRD Bitung Senilai Rp3,3 Miliar . Lumempouw yang juga Pembina Garda Tipidkor Indonesia Sulut, mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung untuk menyampaikan secara terbuka hasil ekspose kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Bitung periode 2019–2024. Ekspose tersebut digelar di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan menyangkut Dugaan keterlibatan Ketua DPRD serta anggota DPRD aktif dalam aliran kerugian negara sebesar Rp3,3 miliar, ‘ jangan hanya sampai kepada Mantan anggota DPRD 5orang dan 2 orang staf sekretariat DPRD yang menjadi tersangka dalam kasus ini, apalagi ada penetapan status Pencekalan keluar negeri kepada 17 orang Anggota DPRD Periode 2019 sd 2024, dan 9 orang staf sekretariat DPRD Kota Bitung .”tegas Lumempouw. Permintaan ini disampaikan menyusul pernyataan Mantan Kepala Kejari Bitung, yang pada tgl 10 Juli 2025 telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka (5 mantan anggota dewan dan 2 staf DPRD) terkait penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas tahun anggaran 2022–2023. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menegaskan, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp3,3 miliar akibat mark-up, pencatatan fiktif, dan ketidaksesuaian prosedur. Lumempouw menegaskan masyarakat Bitung berhak mengetahui secara rinci Hasil Ekspose Kejagung, terutama status keterlibatan pejabat aktif DPRD, Proses Hukum Lanjutan terhadap tersangka baru maupun pejabat yang terindikasi. Strategi Pemulihan Kerugian Negara senilai Rp3,3 miliar. ” Masyarakat menunggu kejelasan sejak kasus ini diungkap. Jika Kejagung telah selesai mengekspose fakta hukum, tidak ada alasan untuk menutup-nutupi hasilnya. Transparansi adalah pondasi pemberantasan korupsi,” tegas Lumempouw. Apalagi kata dia, Kasus ini telah menimbulkan keresahan di tengah upaya Kota Bitung membangun tata kelola pemerintahan yang akuntabel. Kerugian Rp3,3 miliar berpotensi mengganggu realisasi program pembangunan daerah, terutama di sektor infrastruktur dan layanan publik. (*)
Komentar