TIDAK terasa IMM Sulawesi Utara sudah 22 Tahun mengudara. Di usia ini IMM Sulawesi Utara masih berdiri menjadi cendekiawan muslim berkemajuan sesuai dengan khittah dan cita-cita leluhur para pendahulu. Narasi-narasi membangun peradaban tidak henti-hentinya terus menjadi diskursus baik di tingkat daerah sampai komisariat yang mengambil bentuk dalam pengajian-pengajian formal hingga kajian informal di warung-warung kopi.
Hal ini tentu saja tak lepas dari komitmen para sesepuh ketua umum dari masa ke masa yang perna memimpin IMM Sulawesi Utara Ahmad Alheid, Bambang Hermawan, Fadli Munaisehe, Sahrul Sariawan, Adlan Ryan Habibie dan Jaja Citrama. Tak sekedar itu, narasi-narasi tersebut juga memantik hadirnya gerakan-gerakan sosial dengan spirit pemihakan terhadap masyarakat yang membutuhkan.
Hal ini tentu saja sebagai bagian dari upaya menggelorakan semboyan amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi trademark gerakan Muhammadiyah. Pada aspek lain, fakta ini juga menunjukkan konsistensi Ikatan mahasiswa Muhammadiyah dalam mengabdi, menentukan arah serta tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, hingga respon terhadap problematika sosial dewasa ini.
Komitmen kebangsaan ini sebetulnya jika dirujuk ke dalam latar sejarah kelahiran IMM Pada tahun 1964 merupakan sentral gerakan Ide sebagaiman di gagas oleh zasman Alkindi yang di utamanya dalam merespon problematika di tubuh bangsa Indonesia pertanda dengan merespon problematika dengan memakai identitas warna merah bentuk sebuah perlawan.
Sama halnya dalam pemikiran dan sikap hidup pendri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan misalnya, komitmen tersebut terefleksikan melalui upaya beliau dalam mengubah tatanan sosial Kauman. Melalui teologi Al-Maun, tafsir ayat tersebut diberi sentuhan semangat sosial tinggi, yang sampai pada hari ini menjadi realitas dakwah gerakan muhammadiyah.
Tafsir ini merupakan manifestasi dari bentuk pembebasan, di mana–dalam teologi al-Maun–disyaratkan memberantas kemiskinan dan kebodohan guna mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang cerdas dan terbebas dari kungkungan, marginalisasi dan kesewenang-wenangan. Sedangkan pada aspek pandangan keagamaan, Kiai Dahlan mendorong transformasi pemikiran dan sikap keagamaan yang tertutup (ekslusif), ke arah pemikiran dan sikap keagamaan terbuka (inklusif).
Dengan momentum Musyda ke X mengambil Tema : Reformulasi Gerakan IMM-Inklusif dan Kolaboratif Demi Mencerahkan Sulawesi Utara, yang insya akan di laksanakan di Kota Bitung Pada hari Jumat 11-13 Februari 2022. Beranjak dari Landasan pikiran Pimpinan DPD IMM Sulawesi Utara periode 2019-2021, sejauh apa produk lokal yang sudah terbina dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, kali ini bukan lagi tentang ”Apa yang sudah ada” melainkan “Bagaimana cara mempertaruhkan agar lebih mampu menjadi nyata, serta menjaganya agar mampu dipertanggungjawabkan”?.
Kata ini tak hanya menjadi sebuah kata yang dipajang dalam ruang, melainkan untuk dijadikan sebuah bentuk gerakan dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Utara. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak didirikan hingga saat ini telah mampu menorehkan sejarah, baik di tataran lokal nasional maupun internasional.
Namun, kurangnya ketersedian upaya dalam merawat dan menjaganya merupakan hal yang sia-sia. Kejayaan merupakan sebuah kesejahteraan yang nyata dan mampu menjadi sebuah bukti bahwa pernah ada perjuangan dibalik itu semua.
Akan tetapi, perjuangan yang dimaksud belumlah usai. Merawat dan menjaga merupakan bentuk dari pada sebuah perjuangan yang berkelanjutan. Maka dari itu, perlu adanya konsistensi, tanggung jawab dan daya tahan yang kuat serta kesinambungan dalam merawatnya. Pun butuh sebuah kerjasama yang baik dalam memupuknya.
Melihat kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Utara mulai dari pimpinan atau yang suda menjadi alumni dewasa ini sangat mengoyak hati, kegelisahan dan banyaknya harapan pada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Utara membutuhkan pendekatan dan kedekatan yang terus menerus agar mampu menghadirkan kalimat erat itu kembali. Dalam perjalanannya yang penuh liku, cahaya yang redup kini mampu dihidupkan kembali berkat kerja keras dan komitmen bersama.
Maka dalam hal ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Utara perlu menjadi inklusif serta mampu mengangkat pundak menebalkan tali Ikatan agar mampu berkolaborasi pada reformulasi ini.
Maka dari itu, Musyawarah Daerah di Kota Bitung merupakan momentum untuk menghangatkan kembali kedekatan yang dianggap dingin, menggunakan implementasi nilai-nilai fastabiqul khoirot dengan menata kembali niat yang sudah getar tak lagi cetar, merawat kembali dengan pendekatan elegan, menyelaminya hingga tak mudah menganggapnya sepele, menjalani dan mengembangkannya dengan penuh tanggungjawab serta menjadikan amanah penuh dengan hikmah pada kepengurusan selanjutnya.
Hal itu pun butuh kerja keras dan waktu yang panjang dan harapannya melahirkan pemimpin yang mampu mengejewantakan misi sejati IMM sulawesi Utara. Pada Musda kali ini hadir atas tuntutan realitas sosial, dan menentukan visi arah gerak DPD IMM Sulawesi Utara.
Agenda ini bukan hanya sekedar agenda tahunan atau ajang temu kader, melainkan lebih dari itu. Musda kali ini menjadi kompetisi gagasan bukan indentitas. Akhirnya Musda sebagai forum tertinggi di level DPD (tingkat wilayah) idealnya merestas semangat generasi kepemimpinan yang berkualitas dan berintegritas. Maka pada siapakah pemilik pelabuhan DPD IMM Sulawesi Utara berikutnya?.(***)
Oleh : Kurniawan Lawendatu (Ketum DPD IMM Sulut 2019-2021)
Komentar