SKB Pedoman Implementasi UU ITE Resmi Diteken

A-TIMES.ID, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Kapolri, dan Jaksa Agung resmi meneken Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU ITE. Penandatanganan disaksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md di kantornya, Rabu (23/6).

Mahfud MD menyebut, pedoman ini dibuat sebagai respon atas keluhan masyarakat bahwa UU ITE kerap makan korban, karena dinilai mengandung pasal karet dan menimbulkan kriminalisasi, termasuk diskriminasi.

Mahfud berharap, dengan adanya pedoman ini, penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat.

“Pedoman ini dibuat setelah mendengar masukan dari para pejabat terkait, dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya,” ujar Mahfud lewat keterangan tertulis, Rabu (23/6).

Pedoman ini akan dipakai sembari menunggu RUU ITE masuk dalam perubahan Prolegnas Prioritas Tahun 2021. Isinya mencakup beberapa pasal UU ITE yakni; 27, 28, 29, dan 36.

Menkominfo Johnny G Plate juga berharap pedoman implementatif dapat mendukung upaya penegakan UU ITE selaku ketentuan khusus dari norma pidana atau lex specialist, yang mengedepankan penerapan restorative justice. Sehingga, lanjut Plate, penyelesaian masalah yang terkait UU ITE dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan.

“Pedoman penerapan ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundangan lain, terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat. Pedoman penerapan ini merupakan lampiran dari surat keputusan bersama yang tadi ditandatangani, mencakup delapan substansi penting pada pasal-pasal UU ITE,” ujar Johnny.

Berita Terkait:  Polisi Indonesia Kejar 'Nabi' ke-26 Hingga ke Jerman

Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE;

a. Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.

b. Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.

c. Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

d. Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.

Berita Terkait:  Polisi Usut Kebocoran Data Pribadi BPJS

e. Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.

f. Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.

g. Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.

h. Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012. (***)

Editor: Amrain Razak
Layout: Syamsudin Hasan
Sumber: Tempo

Komentar